Your Shopping Cart
Total Items:
SubTotal:
Tax Cost:
Shipping Cost:
Final Total:

Senin, 07 Maret 2016

Profil Antonius Supardi: Gaharu, Harta Karun Baru

Profil Antonius Supardi: Gaharu, Harta Karun Baru
Menurut Anton, ada 27 jenis gaharu. Tapi hanya ada empat jenis yang unggul dan berharga tinggi. Kayu kehitaman ini mengandung getah yang khas yang dipakai dalam industri parfum. Bahkan dikatakan sejak 2000 tahun silam, gaharu sudah menjadi komoditas perdagangan dari negeri ini ke India, Persia, Arab, dan Afrika Timur. "Hampir semua bagian pohonnya dapat dimanfaatkan," kata Anton.
Kesadaran bapak dua anak ini baru terbuka sejak setahun silam. Disadarinya bahwa ada harta karun, yaitu pohon gaharu, di pekarangannya. Dialah Antonius "Anton" Supardi, 45, Kepala Desa Mentaren 2, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Gaharu, spesies Aquilaria, ternyata menjadi komoditas perdagangan dunia yang harganya tinggi.
Menurut Anton, ada 27 jenis gaharu. Tapi hanya ada empat jenis yang unggul dan berharga tinggi. Kayu kehitaman ini mengandung getah yang khas yang dipakai dalam industri parfum. Bahkan dikatakan sejak 2000 tahun silam, gaharu sudah menjadi komoditas perdagangan dari negeri ini ke India, Persia, Arab, dan Afrika Timur. "Hampir semua bagian pohonnya dapat dimanfaatkan," kata Anton.
Ia mengatakan bahwa harga inti kayu gaharu kualitas kelas 1 mencapai Rp350 juta per kilogram, kelas 2 Rp35 juta, dan kelas 3 Rp5 juta per kilogram. Kulit dan serbuk kayunya juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dupa atau bahan terapi aroma. Selain ditentukan dari jenisnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya kandungan getah (resin) dalam jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan getah di dalamnya, harganya semakin mahal.
Semua berawal ketika sebuah organisasi internasional memberinya sekitar 7.000 bibit pohon gaharu, pantung, dan sungkai. Pohon itu ditanam dalam rangka menanggulangi emisi karbon. Namun setelah semua berjalan selama dua tahun, ternyata tidak ada tindak lanjut apapun dari organisasi tersebut. Kemudian datanglah sebuah perusahaan komersil, Duta Gaharu, yang memberinya pengetahuan tentang manfaat gaharu. Perusahaan itu memberi sekitar 1.500 bibit pohon gaharu dengan sistem bagi hasil. Masyarakat hanya menanam bibit tersebut dan akan mendapatkan bagian 30 persen dari hasil panen. Perusahaan mendapatkan sisanya karena harus menanggung semua biaya pengadaan dan perawatannya.
"Saya sangat tertarik dengan gaharu ini karena gampang ditanam. Ia seperti tanaman sela yang tidak perlu lahan khusus. Gaharu hanya butuh sekitar 40 persen sinar matahari," kata Anton. Untunglah ia sudah memiliki 10 pohon yang sudah berumur 6 tahun. Rencananya ini akan ia jadikan model bagi warganya.
Anton mengakui kalau penanaman bibit gaharu yang dilakukannya akan dijadikan model percontohan untuk masyarakat lainnya. "Saya sangat mendukung kalau (BP) REDD+ bisa datang dan melihat langsung (apa yang kami tanam)," katanya. Ia selalu menekankan pada warganya bahwa mereka harus selalu bermitra ketika menerima bantuan, agar yang mereka lakukan akan tetap berkelanjutan.
Dalam pandangannya, upaya menanam gaharu ini akan sangat bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya dan untuk menanggulangi masalah emisi karbon di dunia. Dengan melihat manfaat ekonomi dan peningkatan ekonomi masyarakat, Anton yakin penebangan liar akan berkurang. "Saya yakin masyarakat tidak akan menebang hutan lagi, karena petani gaharu akan lebih sejahtera," kata Anton optimis. Jabatannya sebagai Kepala Desa sejak 2008 akan menguntungkan dirinya untuk menularkan hal ini kepada 787 Kepala Keluarga yang dipimpinnya.
Jangka panen yang relatif pendek akan menjadi daya tarik masyarakat untuk menanam pohon gaharu. "Toh sebelum panen pun masyarakat juga dapat merasakan manfaat dari khasiatnya sebagai obat-obatan herbal," kata Anton sambil mencontohkan produk-produk teh daun gaharu yang dijual dengan harga tinggi di supermarket di kota.
"Bahkan belakangan saya baru tahu kalau daunnya pun sangat berkasiat untuk kesehatan," kata Anton bersemangat. Sudah lebih dari tiga bulan ia tidak perlu pergi ke dokter untuk memeriksakan penyakit darah tingginya setelah mengonsumsi secara rutin rebusan daun gaharu. "Dokter saya juga heran dan mengatakan bahwa saya sudah sehat," imbuhnya.
Secara terpisah, Anton juga menyampaikan pengalaman menanam gaharu ini di depan para peserta pelatihan Sekolah Hijau REDD+ di Buntoi, Kabupaten Pulang Pisau, pada 18 Juni 2014. Ia mengajak semua peserta agar melihat potensi alam sekitar yang dapat diberdayakan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. "Menanam gaharu sebagai bentuk untuk mengatasi emisi karbon dan pemanasan global," kata Anton.***
Reblog Dari : http://www.reddplus.go.id/berita/fitur/1445-profil-antonius-supardi-gaharu-harta-karun-baru
Add to Cart More Info

0 komentar:

Posting Komentar